Fatwa ini, yang disampaikan oleh Al Habib Ahmad bin Abdul Qadir As Saggaf Ba'alawiy Al Husainiy, berfokus pada esensi kekhusyukan dalam salat dan konsekuensi spiritualnya.
1. Inti Ajaran: Kehadiran Total dalam Salat
Banyak hamba yang mendirikan salat tetapi gagal merasakan kehadiran (hâdhir) Allah di dalamnya, karena pikiran mereka disibukkan oleh urusan duniawi.
Salat yang sempurna menuntut seorang hamba untuk:
Hadir Hati (kesadaran jiwa)
Hadir Pikiran (fokus mental)
Hadir Keadaan (kondisi spiritual)
Hadir Seluruh Anggota Tubuh (gerakan fisik)
Semua harus sepenuhnya terarah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
2. Imbalan Kekhusyukan (Imdâdât dan Barakah)
Jika seorang hamba mampu mencapai kehadiran total ini, maka:
Allah ($\text{Maula}$) akan memanggilnya (meresponsnya).
Ia akan dianugerahi pemberian ('Athiyât), keberkahan (Barakât), Rahmat, dan karunia (Khairât) yang melimpah.
Pertolongan (Imdâdât) akan datang kepadanya dari sumber alam yang tidak terduga.
3. Perjalanan Spiritual Ruh
Pertolongan ini menenangkan dan dirasakan oleh Ruh.
Ruh kemudian terlepas dari "penjara" jasad (duniawi) dan naik dari alam ke alam, semakin mendekat kepada Allah.
Setelah perjalanan spiritual ini, tidak ada lagi hal yang tersembunyi dari urusan dan kekuasaan Allah baginya.
Kutipan puisi di akhir bagian ini menekankan pentingnya Ruh untuk selalu berada di hadapan Ilahi daripada merasa puas dengan keadaan yang gelap dan fana (alam kubur).
📚 Pendapat Para Ulama Mengenai Salat Tanpa Hati
Bagian ini memperkuat pesan Habib Ahmad melalui kutipan ulama:
| Ulama | Inti Nasihat |
| Syaikh Abu Al-'Abbas Al-Sabti | Mencela orang yang salat hanya dengan gerakan fisik (turun dan naik) sambil melihat mihrab, sementara pikiran dan hasratnya sibuk di pasar (urusan duniawi, jual beli). |
| Syaikh Ismail Al-Muqri | Menyatakan bahwa salat tanpa hati dapat mengundang hukuman. Beliau bertanya, "Celakalah kamu, tahukah kamu kepada siapa kamu bermunajat sambil berpaling?" dan mengingatkan bahwa beribadah sambil berpaling kepada selain Allah adalah tidak beretika di hadapan Malik Al-Mulk (Pemilik Kerajaan). |
| Imam Al-Ghazali | Menegaskan, jangan sujud dan rukuk kecuali hati Anda tunduk dan rendah hati selaras dengan penampilan luar Anda. Hal ini karena tujuan utama salat adalah khusyuknya hati. |
📜 Riwayat Hadis: Salat Adalah Munajat
Bagian ini menutup dengan penguat dari sunah Nabi Muhammad ﷺ:
Hadis dari Anas bin Malik (HR. Bukhari): "Sesungguhnya salah seorang dari kalian sedang salat, (maka) dia sedang bermunajat kepada Rabbnya..."
Hadis dari Abu Hurairah (HR. Hakim): Nabi ﷺ menegur seorang lelaki yang salat di shaf paling akhir: "Tidakkah engkau memperhatikan bagaimana kamu salat? Sesungguhnya salah seorang di antara kalian jika berdiri untuk salat maka dia berdiri untuk bermunajat kepada Tuhannya. Jadi, hendaklah dia melihat bagaimana caranya bermunajat kepada-Nya."
Kesimpulan: Salat yang benar adalah percakapan rahasia (munajat) dengan Allah yang memerlukan kehadiran hati, pikiran, dan tubuh secara total. Tanpa kekhusyukan, salat hanyalah gerakan raga yang berisiko mengundang hukuman dan kehilangan anugerah spiritual.