𝔻𝕀ℍ𝔸ℝ𝔸𝕄𝕂𝔸ℕ 𝕊𝔼𝕆ℝ𝔸ℕ𝔾 𝕃𝔸𝕂𝕀-𝕃𝔸𝕂𝕀 𝕄𝔼ℕ𝔾ℍ𝔸𝕄𝕀𝕃𝕀 𝕀𝕊𝕋ℝ𝕀ℕ𝕐𝔸 𝔻𝔼ℕ𝔾𝔸ℕ 𝕊ℙ𝔼ℝ𝕄𝔸 𝕆ℝ𝔸ℕ𝔾 𝕃𝔸𝕀ℕ

𝔻𝕀ℍ𝔸ℝ𝔸𝕄𝕂𝔸ℕ 𝕊𝔼𝕆ℝ𝔸ℕ𝔾 𝕃𝔸𝕂𝕀-𝕃𝔸𝕂𝕀 𝕄𝔼ℕ𝔾ℍ𝔸𝕄𝕀𝕃𝕀 𝕀𝕊𝕋ℝ𝕀ℕ𝕐𝔸 𝔻𝔼ℕ𝔾𝔸ℕ 𝕊ℙ𝔼ℝ𝕄𝔸 𝕆ℝ𝔸ℕ𝔾 𝕃𝔸𝕀ℕ

Menghasilkan anak melalui inseminasi buatan, yakni menggunakan air mani/sperma milik suami dan ovum (sel telur) milik istri, kualitas terbaik dan menempatkannya secara langsung ke dalam rahim saat masa subur sang istri menggunakan kateter kecil, merupakan suatu perselisihan pendapat di kalangan ahli hukum fikih masa kini, dan pendapat yang paling unggul  adalah diperbolehkan dengan syarat kondisi tertentu.

Sedangkan pendapat yang melarang dengan sperma bukan milik suami atau ovum (sel telur) bukan milik istri, alasannya karena dapat menyebabkan  tercampurnya nasab, hilangnya hak, dan masih banyak keburukan lainnya.

Terdapat 8 jenis program bayi tabung dilihat dari pemilik sperma, ovum, dan rahim sebagai berikut:

1)• Memakai sperma dan ovum pasangan suami istri, kemudian embrio ditransplantasikan ke rahim istri.

2)• Memakai sperma dan ovum pasangan suami istri, embrio kemudian ditransplantasikan ke rahim ibu pengganti (surrogate mother).

3)• Memakai sperma suami dan ovum dari pendonor, kemudian ditransplantasikan ke rahim istri.

4)• Memakai sperma pendonor dan ovum dari istri, kemudian ditransplantasikan ke rahim istri.

5)• Memakai sperma pendonor dan ovum dari istri, kemudian embrio disemai di rahim ibu pengganti.

6)• Memakai sperma suami dan ovum dari donor, kemudian embrio disemai ke rahim ibu pengganti.

    

7)• Memakai sperma dan ovum donor, kemudian embrio disemai ke rahim istri.

8)• Memakai sperma dan ovum dari donor, kemudian embrio disemai ke rahim ibu pengganti.

1]• 𝕬𝖖𝖜𝖆𝖑𝖚 𝖀𝖑𝖆𝖒𝖆' 𝕾𝖆𝖑𝖆𝖋

❁˚ৡ✿⊱• Imam Syihabuddin Ar Romliy Asy Syafi'iy berkata dalam Kitabnya Fatawa Ar Romliy (juz.4 hal. 202 - 203):

(سُئِلَ) عَمَّا لَوْ اسْتَدْخَلَتْ مَنِيَّ سَيِّدِهَا الْمُحْتَرَمَ بَعْدَ مَوْتِهِ فَحَبِلَتْ مِنْهُ فَهَلْ يُلْحَقُ بِهِ وَيَرِثُ مِنْهُ أَمْ لَا وَهَلْ تَصِيرُ أُمَّ وَلَدٍ بِذَلِكَ أَمْ لَا لِكَوْنِهَا بِمَوْتِهِ انْتَقَلَتْ لِوَارِثِهِ وَهَلْ فِيهَا نَقْلٌ أَمْ لَا؟

(فَأَجَابَ) : بِأَنَّهُ يَثْبُتُ نَسَبُ الْوَلَدِ مِنْهُ وَيَرِثُ مِنْهُ لِكَوْنِ مَنِيِّهِ مُحْتَرَمًا حَالَ خُرُوجِهِ وَلَا يُعْتَبَرُ كَوْنُهُ مُحْتَرَمًا أَيْضًا حَالَ اسْتِدْخَالِهِ خِلَافًا لِبَعْضِهِمْ فَقَدْ صَرَّحَ بَعْضُهُمْ بِأَنَّهُ لَوْ أَنْزَلَ فِي زَوْجَتِهِ فَسَاحَقَتْ بِنْتَهُ فَحَبِلَتْ مِنْهُ لَحِقَهُ الْوَلَدُ وَكَذَا لَوْ مَسَحَ ذَكَرَهُ بِحَجَرٍ بَعْدَ إنْزَالِهِ فِيهَا فَاسْتَنْجَتْ بِهِ امْرَأَةٌ أَجْنَبِيَّةٌ فَحَبِلَتْ مِنْهُ. اهـ. 

وَلَا تَصِيرُ أُمَّ وَلَدٍ لَهُ لِانْتِفَاءِ مِلْكِهِ لَهَا حَالَ عُلُوقِهَا بِهِ. انتهى

[انظر كتاب فتاوى الرملي : (ج ٤ ص ٢٠٢ - ٢٠٣) / كتاب العتق / باب عتق أم الولد / المؤلف: شهاب الدين أحمد بن حمزة الأنصاري الرملي الشافعي (ت ٩٥٧هـ) جمعها: ابنه، شمس الدين محمد بن أبي العباس أحمد بن حمزة شهاب الدين الرملي (ت ١٠٠٤هـ)

الناشر: المكتبة الإسلامية - بدون السنة].

(Imam Romli  ditanya) Bagaimana jika dia memasukkan  sperma majikannya yang dihormati setelah kematiannya dan kemudian dia hamil olehnya, apakah nasabnya akan tetap bersambung  dengannya dan bisa mewarisi darinya atau tidak, dan apakah dia menjadi ibu dari seorang anak melalui hal itu atau tidak?  Karena setelah kematiannya  dialihkan kepada ahli warisnya,  apakah ada pengalihannya   di dalamnya atau tidak?

(Beliau Imam Romli menjawab) :  BAHWA NASAB ANAK ITU TERBUKTI TETAP  DARI DIA DAN DIA MENDAPAT WARISAN DARINYA, KARENA AIR MANINYA TERHORMAT KETIKA KELUAR, dan juga tidak dianggap terhormat ketika memasukkannya menyelisihi  pendapat dengan sebagian dari mereka, karena sebagian dari mereka menyatakan bahwa jika dia berejakulasi pada istrinya dan dia menyetubuhi putrinya dan dia hamil olehnya, maka anak itu akan mengikutinya. Begitu pula jika dia menyeka penisnya dengan batu setelah ejakulasi, dan seorang wanita asing menggunakannya untuk membersihkan kemaluannya dan dia hamil darinya. Selesai. 

Dia tidak menjadi ibu dari anaknya karena tidak adanya kepemilikan atas dirinya sebagai akibat dari hubungannya dengan dia. Selesai.

❁˚ৡ✿⊱• Imam Abu Zakariyya Al-Anshariy Asy Syafi'iy berkata dalam Kitabnya Asna Al Matholib Fi Syarhi Roudl Ath Tholib (juz. 3 hal. 389): 

وَسُئِلَ وَالِدِي - رَحِمَهُ اللَّهُ - عَنْ رَجُلٍ وَطِئَ زَوْجَتَهُ، وَأَنْزَلَ مَعَهَا ثُمَّ نَزَعَ مِنْهَا فَمَسَحَ ذَكَرَهُ بِحَجَرٍ فَأَخَذَتْ الْحَجَرَ امْرَأَةٌ أَجْنَبِيَّةٌ فَامْتَسَحَتْ بِهِ فَحَمَلَتْ فَهَلْ يَلْحَقُهُ الْوَلَدُ أَمْ لَا؟ . 

فَأَجَابَ : بِأَنَّ الْوَلَدَ يَلْحَقُ الْوَاطِئَ لِكَوْنِ مَائِهِ حَالَ الْإِنْزَالِ مُحْتَرَمًا، وَذَلِكَ أَوْلَى مِنْ وَطْءِ أَجْنَبِيَّةٍ يَظُنُّهَا زَوْجَتَهُ، وَهِيَ تَعْلَمُ أَنَّهُ أَجْنَبِيٌّ، وَقَدْ حَكَمُوا بِلُحُوقِ الْوَلَدِ بِهِ، وَإِنْ كَانَتْ الْمَرْأَةُ زَانِيَةً فَبِطَرِيقِ الْأَوْلَى أَنْ يُحْكَمَ بِلُحُوقِ الْوَلَدِ فِي مَسْأَلَةِ السِّحَاقِ. قَالَ شَيْخُنَا هُوَ كَمَا قَالَ، .اهـ

[انظر كتاب أسنى المطالب في شرح روض الطالب : (ج ٣ ص ٣٨٩) / كتاب العدد والاستبراء / المؤلف: زكريا بن محمد بن زكريا الأنصاري، زين الدين أبو يحيى السنيكي الشافعي (ت ٩٢٦هـ) / الناشر: دار الكتاب الإسلامي - بدون السنة].

Dan beliau  – rahimahullahu – ditanya tentang seorang laki-laki yang menyetubuhi istrinya, dan  berejakulasi dengannya, kemudian dia mencabut darinya dan menyeka penisnya dengan batu, lalu seorang wanita asing (ajnabiyyah)  mengambil batu itu menyeka dirinya dengan batu tersebut, dan dia hamil. Apakah anak itu akan mengikuti nasabnya atau tidak? 

Beliau menjawab: Anak tersebut  mengikuti persetubuhan itu karena air spermanya terhormat ketika keluar, dan itu lebih baik dari pada menyetubuhi wanita asing yang ia menyangkanya sebagai Istrinya, dan wanita tersebut mengetahui bahwa dia adalah orang asing (bukan suaminya), Mereka menghukumi  bahwa anak bertemu nasabnya dengannya, dan jika perempuan tersebut adalah seorang pezinah (pelacur), maka lebih baik menghukumi  bahwa anak tersebut bertemu  dalam masalah lesbianisme. Syaikh kami berkata seperti yang dia katakan, Selesai.

❁˚ৡ✿⊱• Imam Syihabuddin Ar Romliy Asy Syafi'iy berkata dalam Kitabnya Nihayatu Al Muhtaj Ila Syarhi Al-Minhāj (juz. 7 hal. 112 - 113):

(وَلَوْ أَتَتْ) أَوْ حَمَلَتْ (بِوَلَدٍ عَلِمَ أَنَّهُ لَيْسَ مِنْهُ) أَوْ ظَنَّهُ ظَنًّا مُؤَكَّدًا وَأَمْكَنَ كَوْنُهُ مِنْهُ ظَاهِرًا لِمَا يَأْتِي (لَزِمَهُ نَفْيُهُ) – بأن يقول هذا الولد ليس مني - وَإِلَّا لَكَانَ بِسُكُوتِهِ مُسْتَلْحِقًا لِمَنْ لَيْسَ مِنْهُ وَهُوَ مُمْتَنِعٌ كَمَا يَحْرُمُ نَفْيُ مَنْ هُوَ مِنْهُ لِمَا يَأْتِي، ...(إلى أن قال)...

ثُمَّ إنْ عَلِمَ زِنَاهَا أَوْ ظَنَّهُ ظَنًّا مُؤَكَّدًا قَذَفَهَا وَلَاعَنَ لِنَفْيِهِ وُجُوبًا فِيهِمَا، وَإِلَّا اقْتَصَرَ عَلَى النَّفْيِ بِاللِّعَانِ لِجَوَازِ كَوْنِهِ مِنْ شُبْهَةٍ أَوْ زَوْجٍ سَابِقٍ ...(إلى أن قال)...

(وَلَوْ وَطِئَ وَعَزَلَ حُرِّمَ) النَّفْيُ (عَلَى الصَّحِيحِ) لِأَنَّ الْمَاءَ قَدْ يَسْبِقُهُ وَلَا يَشْعُرُ بِهِ، 

[انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج: (ج ٧ ص ١١٢ - ١١٣) / كتاب اللعان / فصل في بيان حكم قذف الزوج ونفي الولد / المؤلف: شمس الدين محمد بن أبي العباس أحمد بن حمزة شهاب الدين الرملي الشافعي (ت ١٠٠٤هـ) / الناشر: دار الفكر - بيروت، الطبعة: ط أخيرة - ١٤٠٤هـ/١٩٨٤مـ].

(Dan jika dia datang) atau mengandung seorang anak yang dia tahu bahwa anak tersebut bukan darinya) atau mempunyai kecurigaan yang kuat terhadap hal itu dan secara lahir, dan mungkin saja itu dari dia, tentu saja, untuk hal berikut (perlu disangkal) - dengan mengatakan: - "Anak ini bukan dari saya" - jika tidak demikian, dengan diamnya, maka dengan diamnya ia akan menuntut seseorang yang bukan darinya, dan itu ditolak, hal ini sama haramnya dengan haramnya menafikan  seseorang yang berasal darinya karena hal-hal berikut ini... (sampai beliau berkata)...

Kemudian, jika dia mengetahui adanya perzinahannya  atau adanya  kecurigaan tertentu terhadapnya, maka dia menjelek- jelekkannya dan melaknatnya untuk mengingkarinya, karena wajib didalam keduanya, maka pengingkarannya hanya sebatas laknat karena masih dalam lingkup wathi subhat (mensetubuhi  perempuan yang dianggap isterinya, namun kenyataannya bukan istrinya),  atau berasal dari mantan suami... (sampai katanya)...

(Dan jika dia melakukan hubungan intim dan mencabutnya sebelum selesai bersetubuh ('azl), maka diharamkan),  (menurut pendapat yang  shahih) karena air sperma mungkin mendahuluinya dan dia mungkin tidak merasakannya. Selesai.

2]• 𝕬𝖖𝖜𝖆𝖑𝖚𝖑 𝖀𝖑𝖆𝖒𝖆' 𝕶𝖍𝖔𝖑𝖆𝖋

❁˚ৡ✿⊱•Dar Al Ifta Al Mishriyyah menjelaskan masalah inseminasi dengan air mani/sperma  selain air mani suami : 

وإذا كان التلقيح الصناعي بماء غير ماء الزوج فإنه محرم تحريماً قاطعاً ولا شبهة في هذا التحريم، وهو كالزنا المقنع، إذ به تختلط الأنساب، وتضيع نعمة المصاهرة وروابط النسب التي هي ثمرة طيبة من ثمرات الزواج الشرعي، 

Apabila melakukan pembuahan, penyerbukan,  fertilisasi buatan (inseminasi) dengan air mani selain air mani suami, MAKA HARAM HUKUMNYA dan larangan itu tidak ada keraguan, ibarat zina terselubung, karena dengan melaluinya mencampur aduk nasab, hilangnya keberkahan perkawinan dan pertalian nasab,  yang merupakan buah baik dari perkawinan yang sah.

❁˚ৡ✿⊱•DIINFORMASIKA: Tetapi jika seorang laki-laki mempunyai dua istri dan salah satunya tidak hamil, maka diambil maninya, dibuahi dengan maninya, lalu dimasukkan ke dalam rahim isterinya yang lain, maka perkara itu perlu dipertimbangkan.

❁˚ৡ✿⊱•Dar Al Ifta Al Mishriyyah menjelaskan masalah inseminasi buatan dan menaruhnya didalam rahim istri sahnya yang lain : 

 (السؤال):

امرأة متزوجة ليس لها رحم ولها مبيض، نفسها تتوق على الأولاد، تريد أن تزوج زوجها ليتم أخذ بويضة منها وحقنها في رحم الزوجة الثانية (الضرة)، ما مدى شرعية ذلك، وأي الزوجتين تكون أماً، وما حكم الطبيب الذي قام بهذه العملية؟

(الجواب):

الحمد لله، والصلاة والسلام على سيدنا رسول الله

عملية أطفال الأنابيب لا تباح إلا عند الحاجة، ويشترط لإباحتها عند ذلك أن تكون البويضة والحيوان المنوي من الزوجين، وأن تزرع البويضة الملقحة في رحم الزوجة صاحبة البويضة، ولا يجوز بأي حال أن تزرع في رحم غيرها، وإن كان رحم زوجة أخرى لنفس الزوج، لما يترتب على مثل هذا العمل من مفاسد حقوقية وأخلاقية كثيرة.

وقد صدر بذلك قرار من مجمع الفقه الإسلامي في دورته الثالثة (سنة 1407 هـ، 1986م) قرار رقم 16، حيث جاء فيه:

"الطرق الخمس التالية محرمة شرعاً، وممنوعة منعاً باتاً لذاتها أو لما يترتب عليها من اختلاط الأنساب وضياع الأمومة وغير ذلك من المحاذير الشرعية...الخامسة: أن يجري تلقيح خارجي بين بذرتي زوجين ثم تزرع اللقيحة في رحم الزوجة الأخرى" انتهى. والله تعالى أعلم.

(Pertanyaan):

Seorang wanita beristri yang tidak mempunyai rahim tetapi mempunyai indung telur, ia mendambakan anak. Ia ingin menikah dengan suaminya agar dapat diambil sel telurnya dan disuntikkan ke dalam rahim istri kedua (rekan istri). Bagaimana hukumnya, dan yang mana di antara kedua istri tersebut yang merupakan ibu, dan apa hukum dokter yang melakukan operasi tersebut?

(Menjawab):

Segala puji bagi Allah, semoga berkah dan shalawat tercurah kepada junjungan kita, Rasulullah -ﷺ-

Fertilisasi in vitro tidak diperbolehkan kecuali jika diperlukan, dan untuk diperbolehkan dalam hal itu, diharuskan sel telur dan sperma berasal dari kedua pasangan, dan sel telur yang telah dibuahi itu ditanamkan ke dalam rahim istri yang memilikinya. sel telur itu, DALAM KEADAAN APA PUN TIDAK BOLEH DITANAMKAN KE DALAM RAHIM WANITA LAIN, SEKALIPUN ITU RAHIM ISTERI LAIN DARI SUAMI YANG SAMA, karena perbuatan itu banyak menimbulkan kerugian hukum dan kesusilaan.

Keputusan tersebut dikeluarkan oleh Akademi Fiqih Islam dalam sidangnya yang ketiga (tahun 1407 H, 1986 M) Surat Keputusan Nomor 16, yang menyatakan:

“Lima cara berikut ini dilarang oleh syariat, dan dilarang keras karena kepentingannya sendiri atau karena percampuran nasab, kehilangan ibu, dan larangan syariat lainnya… 

Kelima: Pembuahan lahiriah terjadi di antara benih-benih orang yang menikah. pasangan dan kemudian benih yang telah dibuahi ditanamkan ke dalam rahim istri lainnya.” Allah Yang Maha Kuasa tahu yang terbaik. Selesai.

❁˚ৡ✿⊱• Keputusan Dewan Fikih Islam Liga Muslim Dunia memutuskan  dalam Qaraaraat al-Majma‘ al-Fiqhi (hal. 159-161)  : 

"الحمد لله والصلاة والسلام على سيدنا ونبينا محمد صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم ، وبعد :

فإن مجلس المجمع الفقهي الإسلامي في دورته الثامنة المنعقدة بمقر رابطة العالم الإسلامي في مكة المكرمة في الفترة من يوم السبت 28 ربيع الآخر 1405 هـ إلى يوم الاثنين 7 جمادى الأولى 1405 هـ الموافق 19 – 28 يناير 1985 م قد نظر في الملاحظات التي أبداها بعض أعضائه حول ما أجازه المجمع في الفقرة الرابعة من البند الثاني في القرار الخامس المتعلق بالتلقيح الصناعي وطفل الأنابيب الصادر في الدورة السابعة المنعقدة في الفترة ما بين 11 – 16 ربيع الآخر 1404 هـ ونصها :

" إن الأسلوب السابع الذي تؤخذ فيه النطفة والبويضة من زوجين وبعد تلقيحهما في وعاء الاختبار تزرع اللقيحة في رحم الزوجة الأخرى للزوج نفسه ، حيث تتطوع بمحض اختيارها بهذا الحمل عن ضرتها المنزوعة الرحم : يظهر لمجلس المجمع أنه جائز عند الحاجة وبالشروط العامة المذكورة " .

وملخص الملاحظات عليها :

" إن الزوجة الأخرى التي زرعت فيها لقيحة بويضة الزوجة الأولى قد تحمل ثانية قبل انسداد رحمها على حمل اللقيحة من معاشرة الزوج لها في فترة متقاربة مع زرع اللقيحة ثم تلد توأمين ولا يعلم ولد اللقيحة من ولد معاشرة الزوج ، كما لا تعلم أم ولد اللقيحة التي أخذت منها البويضة من أم ولد معاشرة الزوج ، كما قد تموت علقة أو مضغة أحد الحملين ولا تسقط إلا مع ولادة الحمل الآخر الذي لا يعلم أيضًا أهو ولد اللقيحة أم حمل معاشرة ولد الزوج ، ويوجب ذلك من اختلاط الأنساب لجهة الأم الحقيقية لكل من الحملين والتباس ما يترتب على ذلك من أحكام ، وإن ذلك كله يوجب توقف المجمع عن الحكم في الحالة المذكورة " .

كما استمع المجلس إلى الآراء التي أدلى بها أطباء الحمل والولادة الحاضرين في المجلس والمؤيدة لاحتمال وقوع الحمل الثاني من معاشرة الزوج في حاملة اللقيحة واختلاط الأنساب على النحو المذكور في الملاحظات المشار إليها .

وبعد مناقشة الموضوع وتبادل الآراء فيه قرر المجلس : سحب حالة الجواز الثالثة المذكورة في الأسلوب السابع المشار إليها من قرار المجمع الصادر في هذا الشأن في الدورة السابعة عام 1404 هـ " انتهى .

[انظر "قرارات المجمع الفقهي" (ص ١٥٩-١٦١)].

وعليه :

فلا يجوز أخذ ماء الزوج وبويضة الزوجة ووضع الخليط في رحم زوجةٍ أخرى له .

Dewan Fikih Islam, dalam sidang kedelapannya, yang diselenggarakan di markas besar Liga Muslim Dunia di Makkah al-Mukarramah, Sabtu 28 Rabi'ul Aakhir 1405 – Senin 7 Jumaadaul Ula 1405 H (19-28 Januari 1985 M) mengkaji kekhawatiran yang diungkapkan oleh sebagian anggotanya mengenai apa yang telah diizinkan dewan dalam klausa kedua dari pernyataan kelima yang berkaitan dengan INSEMINASI BUATAN DAN BAYI TABUNG, yang dikeluarkan selama sidang ketujuh yang diselenggarakan pada 11-16 Rabi'ul Aakhir 1404 H, yang teksnya adalah: “MENGENAI METODE KETUJUH, DI MANA SPERMA DAN SEL TELUR DIAMBIL DARI PASANGAN YANG SUDAH MENIKAH, DAN SETELAH PEMBUAHAN DI LABORATORIUM, SEL TELUR YANG TELAH DIBUAHI DITANAMKAN KE DALAM RAHIM ISTRI LAIN DARI SUAMI YANG SAMA, KARENA DIA DENGAN SUKARELA MENGANDUNG UNTUK ISTRI LAINNYA, YANG TELAH MENJALANI HISTEREKTOMI: MENURUT DEWAN HAL INI DIPERBOLEHKAN DALAM KASUS KEBUTUHAN, SESUAI DENGAN KETENTUAN UMUM YANG TELAH DISEBUTKAN. 

Ringkasan masalah: Istri lainnya, yang di dalam rahimnya tertanam sel telur yang telah dibuahi dari istri pertama, dapat hamil sebelum rahimnya menutup setelah tertanamnya sel telur yang telah dibuahi, sebagai akibat dari suaminya yang berhubungan dengannya sekitar waktu sel telur yang telah dibuahi itu tertanam, kemudian ia dapat melahirkan anak kembar dan tidak tahu mana yang berasal dari sel telur yang telah dibuahi dan mana yang dihasilkan dari hubungan seksual dengan suaminya. Akibatnya, tidak mungkin untuk mengetahui siapa ibu dari anak kembar yang mana. Selain itu, salah satu dari dua embrio tersebut dapat mati pada tahap awal kehamilan, dan tidak dikeluarkan kecuali dengan kelahiran yang lain, dan tidak akan diketahui apakah anak yang masih hidup tumbuh dari sel telur yang telah dibuahi atau dari kehamilan yang dihasilkan dari hubungan seksual dengan suaminya. Ini akan mengakibatkan pencampuran garis keturunan dan tidak akan diketahui siapa ibu sebenarnya dari kedua anak tersebut, dan ini akan memengaruhi keputusan yang terkait dengan itu. Semua ini mendikte bahwa dewan harus mencabut keputusannya mengenai kasus yang disebutkan. Dewan juga mendengarkan pendapat yang disampaikan oleh para ginekolog dan dokter kandungan yang hadir dalam sidang tersebut dan menegaskan kemungkinan terjadinya kehamilan akibat hubungan seksual dengan suami pada saat yang sama dengan kehamilan akibat penanaman sel telur yang telah dibuahi, DAN HAL ITU DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PERCAMPURAN GARIS KETURUNAN DENGAN CARA YANG DISEBUTKAN DALAM MASALAH YANG DIMAKSUD. Setelah membahas topik tersebut dan bertukar pandangan tentangnya, dewan memutuskan untuk menarik kembali pandangannya tentang kebolehan metode ketujuh yang disebutkan dalam pernyataan yang sebelumnya dikeluarkan oleh Dewan dalam sidang ketujuhnya yang diadakan pada tahun 1404 H. Selesai. 

BERDASARKAN HAL ITU: Tidak boleh mengambil sperma suami dan sel telur istri lalu memasukkan campuran ini ke dalam rahim istri suami yang lain. Selesai.

✯͜͡❂⊱•أَلحَمْدُ لِلّـهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتُمُّ الصّالِحَاتُ✯͜͡❂⊱• 

•._.••´¯``•.¸¸.•`   🎀 ӄʀǟɖɛռǟռ ֆɛʟǟȶǟռ

ֆʀʊʍɮʊռɢ

ʍǟɢɛʟǟռɢ

 🎀   `•.¸¸.•``¯´••._.•

٤ جمادى الثاني ١٤٤٦ هـ

06 𝕯𝖊𝖘𝖊𝖒𝖇𝖊𝖗 2024 𝕸